OneNewsNusantara | Yogyakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi, menyatakan pihaknya sedang mengidentifikasi kasus perdagangan bayi yang terjadi di salah satu rumah bersalin di Kota Yogyakarta.
“Saat ini sedang mengidentifikasi kenapa, kronologisnya seperti apa, kemudian nanti kita akan melakukan pendampingan lebih lanjut,” ujar Arifah saat ditemui di Yogyakarta, Jumat.
Arifah menjelaskan bahwa kasus yang melibatkan anak, termasuk perdagangan bayi, biasanya langsung dipantau oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) di tingkat kabupaten. Kementerian PPPA akan terus memantau perkembangan kasus tersebut.
Terkait kemungkinan pengetatan perizinan rumah bersalin pasca-terungkapnya kasus ini, Arifah menegaskan bahwa hal tersebut merupakan wewenang Kementerian Kesehatan.
“Itu kan bukan wilayah kami. Jadi ya, mungkin nanti dari pihak-pihak tertentu yang terkait dengan perizinan ya pasti dengan institusi tertentu,” tambahnya.
Kasus perdagangan bayi di Yogyakarta terungkap setelah polisi menangkap dua tersangka berinisial JE dan DM, yang berprofesi sebagai bidan di sebuah rumah bersalin di Tegalrejo, Kota Yogyakarta, pada 4 Desember 2024.
Kedua tersangka diduga menggunakan modus menerima bayi yang dititipkan oleh orang tua yang tidak mampu merawatnya. Mereka kemudian menawarkan bayi tersebut kepada calon pengadopsi dengan harga yang berkisar antara Rp55 juta hingga Rp85 juta, bergantung pada jenis kelamin bayi.
Selain itu, para tersangka juga membantu calon pengadopsi mendapatkan akta kelahiran bayi secara ilegal. Berdasarkan data Polda DIY, selama kurun waktu 2015 hingga 2024, tercatat 66 bayi telah dijual melalui praktik tersebut, terdiri atas 28 bayi laki-laki, 36 bayi perempuan, dan 2 bayi tanpa keterangan jenis kelamin.
Kasus ini kini menjadi perhatian serius berbagai pihak, termasuk Kementerian PPPA dan aparat penegak hukum, untuk mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan. ( Ronn)